Profil Dulmatin Dalam Dunia Terorisme

Djoko Pitono adalah nama kecil Dulmatin alias Amar Usman alias Muktamar. Sejak diduga terlibat dalam kasus bom Bali, sketsa wajahnya bersama lima tersangka lainnya disebar oleh aparat kepolisian di seluruh pelosok Indonesia. Masuknya nama Dulmatin dalam dunia terorisme membuat kaget warga Pemalang. Sebab, selama ini Dulmatin dikenal sebagai pria yang supel, mudah bergaul, dan enak diajak bicara. Setidaknya itu kesan yang dirasakan oleh kawan-kawan semasa sekolah.

Belakangan, pribadinya agak tertutup setelah ia menikah dengan Istiada (34), saudara sepupunya sendiri. Wanita yang selalu menutup seluruh tubuhnya dan hanya bagian matanya yang terbuka konon menyebabkan Djoko menutup diri juga dari pergaulan sekitarnya. Selain itu, Djoko juga merubah namanya menjadi Amar Usman alias Muktamar.

Dulmatin lahir sebagai anak kelima dari enam bersaudara pasangan Masriyati (62) dan Usman Sofi (72). Lelaki berperawakan tinggi dengan warna kulit coklat itu lahir sebagai anak dari keluarga kaya dan pintar, banyak saudaranya yang sukses dalam pendidikan dan bisnis. Kakak-kakaknya ada yang menjadi dokter dan kini tinggal di Jakarta bersama istrinya. Bahkan, istri Djoko juga pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, tetapi tidak diselesaikan karena berselisih paham dalam soal jilbab dengan dosennya.

Terakhir Djoko alias dulmatin diketahui berbisnis mobil bekas dan handphone sehingga tidak heran jika ia bisa memiliki rumah yang cukup besar di Jalan Pemali, Pemalang. Dari ayahnya yang sudah lama meninggal, Usman Sofi, ia memiliki cukup banyak warisan berupa sawah.

Di kalangan dunia teroris, Dulmatin amat disegani karena kepandaiannya. Ia ahli dalam membuat sirkuit bom berikut detonatornya. Bahkan, Dr Azahari, pria yang disebut-sebut sebagai tokoh teroris asal Malaysia dan terbunuh di Batu, Malang, juga kerap memesan sirkuit bom kepada Dulmatin. Tak heran salah satu julukan yang diberikan kepadanya adalah “jenius.”

Karena kejeniusannya dalam merakit bom itu dianggap berbahaya bagi kehidupan manusia lain, maka kepala dulmatin dihargai 10 juta dollar AS oleh pemerintah Amerika Serikat. Hari ini, Selasa (9/3/2010), nama Dulmatin kembali disebut dalam penggerebekan kelompok teroris oleh Detasemen Khusus 88 Polri, di mana salah satu korban yang tewas diduga sebagai Dulmatin.

6 thoughts on “Profil Dulmatin Dalam Dunia Terorisme

  1. Kalau memperhatikan informasi resmi Polisi ada dua informasi yang berbeda mengenai tingkat kesalahan identitifiksi jenasah berdasarkan informasi team forensik melalui test DNA.

    (1). mengatakan sangat kecil tingkat kesalahan dengan perbandingan 1 : 100.000.000.000.000 (satu banding seratus triliun). Hal ini ducapkan oleh Staf dari Kapolri.

    (2). Kapolri sendiri selang beberapa menit kemudian dalam forum yang sama mengatakan perbandingannya lebih kecil seribu kali dari stafnya, yaitu 1 : 100.000.000.000.000.000 (satu dibanding seratus ribu triliun) kemungkinan kesalahan hasil identifikasi atas jasad (yang diduga) Dulmatin alias ….. alias …..

    Mengenai kedua angka perbandingan diatas ada tiga hal yang menjadi bahan pemikiran dikala waktu senggang saya.

    Pertama jika diasumsikan penduduk dunia yang mungkin melakukan aktifitas pengeboman per tahunnya sebanyak 500 juta orang dan setiap tahunnya pasukan anti teror memusnahkan ke 500 juta orang itu, sedangkan ditahun berikutnya dianggap ada lagi sejumlah 500 juta orang yang beraktifitas sama yakni melakukan aktifitas terorisme melalui pengeboman dan sebagainya, berarti ada dua parameter yang akan saya uraikan sesuai penjelasan institusi Polri tersebut diatas, sbb :

    (a). Perbandingan kemungkinan kesalahan identifikasi jenasah sesuai pernyataan Staf Kapolri menunjukan masa perbandingan untuk 200 ‘ribu’ tahun silam, dan

    (b). bahkan lebih jauh kebelakang yaitu 200 ‘juta’ tahun silam jika memakai angka yang dipublikasikan Kapolri.

    Yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah pada 200 ribu bahkan 200 juta tahun silam sudah terdapat aktifitas teroris seperti yang dilakukan Dulmatin dan kelompoknya ?

    No matter, saya maklum, mungkin pak Kapolri terlalu bersemangat ketika memberikan penjelasan kepada pers pada tgl 10 Mar 2010 kemarin mengenai hasil kerjanya.

    He … he … heeee !

    Kedua, tertangkap/tertembaknya kelompok Dulmatin bertepatan dengan kunjungan Presiden SBY di Negara Tetangga, tepatnya ketika sedang berada di ibukota negara Australia, Canberra. Disana pada saat yang berdekatan dengan tewasnya Dulmatin presiden mengumumkan hal itu dalam pidatonya didepan petinggi Australia.

    Dapat dirasakan masyarakat Australia banyak yang yang menyambut gembira atas peristiwa itu karena banyak warga negara Australia yang tewas ketika kelompok Dulmatin melakukan aktifitas pengeboman di Bali.

    Dan dapat dimaklumi/diduga strategi Intelejen RI yang sudah mempunyai gambaran dimana bisa menangkap Dulmatin setiap saat, hanya saja tidak dilakukan karena target penangkapan akan tetap dikembangkan. Walaupun kronologis penangkapan Dulmatin berawal dari ”laporan” warga mengenai adanya latihan ala militer di pedalaman/hutan di Bireun Aceh yang dilakukan kelompok tidak dikenal.

    Perlu diwaspadai transparansi atau keterbetulan atas informasi penangkapan Dulmatin yang diungkapkan presiden SBY di Canberra akan ‘menjadi bumerang’ yang berkonotasi bahwa Pemerintah Indonesia memang memiliki, memelihara, melindungi, dan memanfaatkan kelompok teroris dengan latar belakang komunitas Islam yang mirip dengan strategi yang dimiliki Palestina untuk memperoleh perhatian dunia dengan tujuan mendapatkan simpati atau bantuan sebagai korban agresi Israel.

    Hal ini sesuai sumber media yang menginformasikan strategi kelompok-kelompok pemberontak di Palestina yang rutin melakutan provokasi untuk memancing agresi militer Israel setiap masa anggaran belanja atau pesediaan akomodasi kelompok pemberontak (mayoritas penguasa) sudah akan habis, agar mendapat bantuan yang dapat dijadikan anggaran pendapatan (rutin / negara).

    Jika memang demikian dapat dikatakan negara RI sangat tdak bermartabat dengan mencari dukungan bantuan luar ngeri dengan cara yang tidak elegan seperti dimaksud diatas. Mudah-mudahan dugaan saya tidak benar agar saya masih bisa menegakkan dagu ketika berada dalam pergaulan internasional di era globalisasi ini.

    Tidak ada salahnya selain memiliki ”Taman” bagi Makam Pahlawan (TMP = Taman Makam Pahlawan) bagi mereka yang sudah berkorban untuk menjaga martabat dan kedaulatan rakyat di bumi Republik Indonesia, kita juga menghargai hak untuk berdemokrasi yang menjamin perlindungan dari intimidasi atau terorisme dengan memiliki tempat ”Sampah” bagi Makam para Teroris (SMT = Sampah Makam Teroris) yang sudah melenyapkan nyawa banyak orang dengan sangat keji hanya untuk memaksakan kehendak sendiri.

    Bukan seperti yang terjadi saat ini jenasah para teroris dikembalikan kepada keluarga untuk dimakamkan secara hikmah dan mungkin terhormat, hal ini membuka peluang untuk pertambahan calon/kader yang bersimpati kepada cara-cara teroris yang selalu memaksakan kehendak dengan menimbulkan korban manusia tidak berdosa yang tidak sedikit.

    Ada manfaatnya bagi perdamaian, stabilitas keamanan dan demokrasi jika jenasah para teroris menjadi ‘aset’ negara untuk di makamkan di Sampah Makam Teroris (SMT) yang dibangun menyatu dengan Tempat Pembuangan sampah Akhir (TPA) seperti di Bantar Gebang misalnya. Hal ini lebih bermanfaat agar dapat diingat bahwa cara-cara teroris lebih tepat dikategorikan sebagai cara yang ditempuh oleh para ‘sampah masyarakat’ dalam menjalani hidup ini.

    Ketiga, menanggapi angka-angka perbandingan kemungkinan kesalahan identfikasi DNA jenasah seperti tersebut diatas yang di publikasikan secara (maaf) semprul oleh para petinggi Polri, hal ini dapat meragukan apakah institusi Polri (kedepan) dapat dengan baik menangani kasus-kasus perbankan yang triliunan rupiah jumlahnya. Dimana untuk penyelidikan maupun penyidikan diperlukan akurasi yang baik atas data yang dicari maupun yang dipublikaskan.

    Ingat kasus BLBI yang belum terselesaikan yang bernilai sekitar 645 triliun rupiah antara tahun 1997 – 1999, maupun kasus Bank Century yang 6,7 triliun yang sudah selesai diselidiki oleh DPR melalui Sidang Paripurna pada tanggal 02 – 03 Maret 2010 lalu.

    Jika menengok latar belakang krisis yang melanda tanah air yang dimulai pada September 1997, niat pemerintah dan Bank Indonesia untuk memberikan bantuan dana BLBI adalah mulia. Yakni untuk melokalisir krisis hanya pada bank-bank tertentu, sehingga dampak sistemik bisa diminimalisir. Karena itu disalurkanlah BLBI.

    Argumentasi lain, jika bank-bank yang mengalami saldo debet atau rekening merah di Bank Indonesia tidak dibantu, maka paling tidak dibutuhkan dana sekitar Rp600 triliun lebih untuk membiayai krisis saat itu. Dana pihak ketiga yang berpotensi di-rush pada sektor perbankan sebesar Rp454,4 triliun (Desember 1997) atau Rp680,2 triliun (Desember 1998), jauh lebih besar dari jumlah BLBI yaitu Rp48,8 triliun (Desember 1997) atau Rp147,7 triliun (Desember 1998). (http://www.bi. go.id/ : tengok masalah BLBI).

    Proses melawan hukum yang terjadi tidak tanggung-tanggung melibatkan 100-an pejabat BI, 203 pemilik dan pengurus 48 bank dan puluhan pejabat di BPPN. Jadi proses ini selain melibatkan banyak orang, banyak modus, juga melibatkan likuiditas yang sangat besar yakni Rp144,54 triliun. Oleh karena itu penulis tertarik untuk memberi judul pada buku ini dengan: BLBI, Extrairdinary Crime.

    Laporan hasil audit investigasi BPK pada 31 Juli 2000 dengan Nomor 06/01/Auditama II/AI/VII/200 menyimpulkan, bahwa dari total BLBI yang disalurkan kepada 48 bank sebesar Rp144,54 triliun, terdapat potensi kerugian negara hingga Rp138,44 triliun atau sebesar 95,78%-nya. Potensi kerugian itu didasarkan pada temuan penyimpangan terhadap ketentuan, kelemahan sistem dan kelalaian.

    Semoga hal diatas dapat memberikan informasi yang walaupun imajinatif tetapi tidak mengurangi maknanya untuk membantu institusi yang berwenang untuk menjaga stabilitas pemerintahan yang elegan saat ini.

    Salam Sejahtera,
    Wasalam.

  2. Alhamdulillah…
    satu persatu teroris dapat dilumpuhkan oleh aparat negeri ini.
    walaupun kemungkinan masih banyak dan tersebar diberbagai daerah jaringan teroris, tetapi dengan terbunuhnya dan tertangkapnya komplotan teroris baru2 ini bisa sedikit mengurangi kecemasan warga akan hadirnya terorisme dinegara kita ini.

    semoga saja dengan terbunuhnya dan tertangkapnya salah satu jaringan teroris yang paling dicari seasia tenggara ini bisa membuat jaringan teroris lainnya jera untuk memberikan ancaman kepada negara kita ini.

    Amin….

    Bisnis Oriflame Online

  3. ngerti asline wae durung ngomong sak enak e…tak liat dari bicarane sampean memang politikus dan atusius..tapi pada dasar kenyataan anda kurang tau.semua orang bisa bicara kayak anda,tapi tolong kalao bicara berdasarkan kenyataan jangan berdasarka imajinatif..anak SD juga punya imajinatif bahkan semua orang punya imajinatif. kalau anda dapat dari sumber pasti semisal anda dapat informasi yang tepat dan akurat dari yang bener pasti.jadi kita bisa menilai anda bener yang terbaik dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang kebenaran tentang dulmatin,tentang teroris di indonesia,maupun juga di palestina..jangan sak enak e dewe ngomong yang kurang akurat dan gak bisa dipercaya..ya kayak sampean2 ini yang ngasih masukan pada masyarakat yang kurang mengerti membaca tulisan anda terus percaya jadinya mereka tidak menyaring informasi sampean malah percaya gitu aja…wah mau jadi apa negeri ini..sampean orang indonesia atau bukan.kok orang indonesia jelek2in negaranya sendiri..kalau bukan mati aja lo..

  4. ‘Kunjungan Kapolri ke Aceh’

    Sikap Kapolri yang menyempatkan diri untuk datang ke Aceh sangat berarti bagi kelanjutan pembinasaan langkah-langkah teroris dengan memberikan apresiasi bagi anggota polisi, masyarakat dan aparat terkait di Aceh Besar.

    Sungguh suatu usaha yang patut di acungkan jempol bagi seluruh aparat baik Polri maupun TNI serta masyarakat di Aceh Besar dan sekitarnya yang sudah berhasil menunjukkan kerjasama yang spontan karena kesadaran bersama untuk memusnahkan teroris dari bumi pertiwi ini.

    Masyarakat Aceh yang mayoritas Islam dapat dengan transparan menyatakan sikap anti terhadap teroris. Transparansi sikap tersebut nyata menunjukan bahwa Islam anti teroris. Dan Teroris adalah Teroris.

    Teroris menggunakan kedok Islam karena merasa nyaman dan aman dalam setiap aktifitasnya jika mencantumkan atribut Islam yang merupakan salah satu bentuk mayoritas dalam suatu komunitas.

    Masyarakat Aceh yang merupakan pionir agama Islam tidak arogan dalam menyikapi ulah teroris yang mencatut kebesaran dan kemayoritasan Islam di Indonesia untuk kepentingan pihak asing yang mempunyai masalah dengan Amerika.

    Beberapa pemerintahan resmi negara Islam memang ada yang memiliki hubungan yang buruk dengan Amerika, sedangkan pemerintahan resmi RI tidak demikian.

    Masyarakat Aceh ternyata lebih smart dibanding saudara-saudara senegeri lainnya dalam memandang keberadaan teroris. Mereka dapat membedakan mana kepentingan negara RI, mana kepentingan asing dan mana kepentingan Islam.

    Sikap mereka jelas ANTI TERORIS, yaitu anti terhadap sekelompok orang tidak bermoral yang menghalalkan terjadinya pembunuhan terhadap orang-orang tidak berdosa melalui aksi pengeboman dan merusak stabilitas keamanan melalui kemitraan dengan pihak asing untuk kepentingan asing seperti yang dilakukan kelompok Dulmatin dll.

    Pihak asing disini adalah pemerintahan asing yang secara resmi menyatakan permusuhan dengan Amerika dan melancarkan aksi-aksi kekerasan, pengacauan atau pengeboman seperti yang terjadi di Bali, Poso, Kedubes Australia, hotel-hotel di distrik Kuningan-Jakarta, rumah-rumah ibadah dan tempat-tempat lain di bumi pertiwi ini.

    Tidak seperti para pemuka agama Islam di luar Aceh yang masih memberikan nuansa simpati dan bersikap abu-abu atas tertangkap/tertembaknya kelompok Dulmatin.

    Bagi masyarakat Aceh memusuhi Islam bukan berarti memusuhi RI dan mereka hadapi dengan sikap yang religi tidak brutal, menggunakan ideologi Islam yang benar yang sudah tertanam dan berakar di Aceh tanpa melibatkan pemerintah (resmi) maupun rakyat RI.

    Begitu juga sebaliknya ketika mereka harus bermusuhan dengan pemerintahan resmi, yaitu pemerintah yang mereka anggap tidak adil dalam pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia di Aceh, mereka hadapi secara politis tanpa membawa-bawa nama Islam.

    Meskipun mereka harus menghadapi secara bergerilya melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang sempat mendapat pandangan negatif dari segala penjuru, tetapi pada akhirnya pemerintah menyadari kekurangannya dan bersedia menciptakan sistim otonomi daerah yang harus dan sudah mengakomodir tuntutan perjuangan masyarakat Aceh sehingga terciptanya propinsi Nanggroe Aceh Darusallam (NAD).

    Agak mengherankan jika (masih) ada segelintir orang yang memiliki pandangan sbb,

    (1) Memberikan perlawanan kepada kelompok teroris yang mencatut nama Islam adalah bertentangan dengan falsafah nerara (RI).

    (2) Atau lebih ekstrim lagi ”memusuhi kelompok teroris yang membawa atau secara tidak sengaja membawa, meminjam maupun menyertakan nama Islam dalam setap aktifitasnya adalah mendiskreditkan umat Islam maka layak disebut musuh Islam”.

    Untuk kedua kelompok tersebut diatas hendaknya harus banyak belajar dari masyarakat Aceh yang sudah banyak merasakan asam garam dalam menjunjung kebesaran Islam di tanah leluhur mereka tercinta.

    Wasalam.

  5. alahai teroris kon geubantu mak tagun bu di rumoh. nyoe gadoh dengon but hana meupu cap. nyang pah tapeudong ‘oh leuh nyan tatampa si-droe2 bak talak.

Leave a reply to bagong Cancel reply